Tak dapat dipungkiri bahwa kini pergerakan bisnis dan perekonomian bergeser ke arah digitalisasi. Tidak hanya di negara-negara maju, Indonesia pun mulai merasakan dampaknya. Segala kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi, tidak lantas memberikan jaminan seluruh hal akan menjadi baik. Seperti aspek sumber daya manusia, yang dituntut untuk meningkatkan skill mereka agar tidak digantikan oleh teknologi. Namun, digitalisasi juga memberikan peluang besar bagi pebisnis atau entrepreneurs dalam mengembangkan bisnisnya, menciptakan bisnis yang unggul dengan inovasi. Leadership Club Universitas Surabaya berusaha menjawab perubahan tersebut dengan mengadakan seminar Digital Entrepreneurship pada hari Senin, 12 Agustus 2019. Seminar tersebut dibawakan oleh Professor Wim Vanhaverbekedari Surrey University, United Kingdom. Prof. Wim menyampaikan materi mengenai bagaimana membentuk ekosistem yang baik agar digital business dapat terbentuk dengan baik. Seminar yang diselenggarakan di ruang Auditorium Pascasarjana FBE Ubaya, dihadiri oleh 70 peserta yang berasal dari mahasiswa aktif Ubaya, dosen dan karyawan ubaya, para alumni, dan peserta umum. Penyampaian isi seminar disampaikan oleh Professor Wim Vanhaverbeke dalam Bahasa Inggris.
Beberapa hal penting yang menjadi poin perhatian dari seminar yang berlangsung, yaitu: Digital disruptive telah dirasakan bahkan ke Indonesia, yang membuat munculnya inovasi dengan penggunaan teknologi. Hal tersebut membuat pergeseran perilaku konsumen, seperti penggunaan media cetak sebagai perantara yang tergantikan dengan penyampaian berita melalui aplikasi di smartphone maupun tablet. Digitalisasi akan perlahan menyebar ke berbagai macam aspek dalam kehidupan dan bisnis dituntut untuk menerapkan open way innovation, baik perusahaan besar maupun kecil. Open way innovation dapat meningkatkan inovasi internal, dan mengembangkan pasar untuk penggunaan inovasi eksternal. Adanya open way innovation melahirkan divisi baru dari inovasi sumber daya manusia, di mana sumber daya manusia yang terampil dan cerdas akan mobile. Inovasi dalam bentuk digitalisasi akan mengarah pada ekosistem bisnis itu sendiri. Innovation ecosystem merupakan suatu ekosistem yang berbeda, di mana 1 inovasi dapat digunakan bersamaan dalam suatu industri. Kebutuhan akan inovasi terdapat dalam setiap aspek industri, yaitu dari pertanian/agrikultur, healthcare, logistik, beauty care, sports, energi, dan masih banyak lagi. Kebutuhan tersebut mendorong penggunaan teknologi seperti smart tractors di lahan pertanian, aplikasi yang mempermudah pengguna untuk melakukan check-up sederhana tanpa perlu datang langsung ke rumah sakit, penggunaan sensor untuk memonitor dan memberi feedback pada masing-masing atlit, dan masih banyak lagi. Namun teknologi tersebut tidak dapat semata-mata digunakan di Indonesia, karena harus dapat menciptakan ekosistem yang baik, informasi dan data yang saling terhubung satu dengan yang lain, dan infrastruktur yang mendukung. Pada industri 4.0, data merupakan suatu alat yang dapat berkontribusi besar dalam kesuksesan dan keberlangsungan suatu bisnis. Seperti data pasien pada rumah sakit, yang tentunya sangat penting mengingat perlakuan yang diberikan ke tiap pasien akan berbeda, sesuai dengan riwayat berobatnya. Data-data tersebut diperoleh dan disimpan menggunakan teknologi, yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat lebih baik, tidak hanya untuk keuntungan suatu bisnis saja.
Beberapa pertanyaan pun diajukan peserta untuk menjawab rasa penasaran mereka terhadap materi yang disampaikan. Salah satu pertanyaan yang menarik adalah pemilihan antara sumber daya manusia dan teknologi dalam membentuk bisnis baru. Jika diharuskan memilih salah satu, Professor Wim memilih sumber daya manusia. Professor Wim menyampaikan bahwa membentuk tim yang tepat sangatlah susah, namun jika orang-orang tepat tersebut telah terkumpul, maka hal itu akan menjadikannya tim yang hebat. Sedangkan teknologi akan terus berkembang setiap waktu. Teknologi dapat diadopsi kapan saja, namun menemukan tim yang tepat, tidak datang begitu saja. Professor Wim berpendapat, meskipun teknologi dapat menggantikan beberapa jabatan, namun sumber daya manusia adalah hal yang sangat penting. Adapun pertanyaan unik lainnya, yang melihat bahwa kombinasi dari orang yang cerdas dan sikap risk-taker, adalah hal yang powerful. Namun, tidak semua orang adalah risk-taker. Professor Wim menyingkapi pertanyaan tersebut dengan sebuah solusi cerdas, bahwa teknologi tidak sepenuhnya harus dimiliki. Jika seseorang tidak berani mengambil risiko untuk membeli teknologi yang begitu mahal, maka mereka dapat memilih alternatif, misalnya melakukan lisensi, yang jauh lebih murah. “You don’t have to own resources to use resources,” jawab Professor Wim. Setelah sesi tanya jawab usai, acara pun ditutup dengan penyerahan souvenir berupa blankon dan cinderamata dari Universitas Surabaya oleh Bapak Dr. Werner R. Murhadi, CSA sebagai KPS MM Ubaya.
Gambar 3. Foto Bersama Seminar Digital Entrepreneurship